KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MA RI DAN KETUA KY RI
NOMOR : 047/KMA/SKB/IV/2009 DAN NOMOR : 02/SKB/P.KY/IV/2009
TANGGAL 8 APRIL 2009
Mahkamah Agung telah mengadakan kajian dengan memperhatikan
masukan dari Hakim di berbagai tingkatan lingkungan peradilan, kalangan
praktisi hukum, akademisi hukum, serta pihak-pihak lain dalam masyarakat
untuk menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini. Selain itu
memperhatikan hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama
kalidicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa IKAHI Tahun 1966 di Semarang,
dalam bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali dalam
Munas XIII IKAHI Tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya
ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung RI Tahun 2002 di
Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim
yang didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses
perbandingan terhadap prinsip-prinsip Internasional, maupun
peraturan-peraturan serupa yang ditetapkan di berbagai negara, antara
lain The Bangalore Principles of Yudicial Conduct. Selanjutnya Mahkamah
Agung menerbitkan pedoman perilaku Hakim melalui Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006,
tentang Pedoman Perilaku Hakim dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor : 215/KMA/SK/XII/2007 tanggal 19 Desember 2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim.
Demikian pula Komisi Yudisial RI telah melakukan pengkajian yang
mendalam dengan memperhatikanmasukan dari berbagai pihak melalui
kegiatan Konsultasi Publik yang diselenggarakan di 8 (delapan) kota yang
pesertanya terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum, akademisi hukum,
serta unsur-unsur masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi pasal
32A jo pasal 81B Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka
disusunlah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan pegangan
bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman bagi Mahkamah Agung RI
dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi Pengawasan internal
maupun eksternal.
Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut :
(1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan
Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6)
Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin
Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.
A. PENGERTIAN – PENGERTIAN
a) Hakim adalah seluruh Hakim termasuk Hakim ad hoc pada semua lingkungan badan peradilan dan semua tingkatan peradilan.
b) Pegawai Pengadilan adalah seluruh pegawai yang bekerja di badan-badan peradilan.
c) Pihak Berwenang adalah pemangku jabatan atau tugas yang bertanggung jawab melakukan proses dan penindakan atas pelanggaran
d) Penuntut adalah Penuntut Umum dan Oditur Militer.
e) Lingkungan Peradilan adalah badan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
f) Keluarga Hakim adalah keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai.
B. PENGATURAN
1. Berperilaku Adil
Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa
semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan
yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan
memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap
orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di
bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil
dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Berperilaku Jujur
Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa
yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong
terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat
yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi
yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun
diluar persidangan.
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai
dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum,
norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan
bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempuyai
tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
4. Bersikap Mandiri
Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa
bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari
pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku Hakim
yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran
sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Berintegritas Tinggi
Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempuyai kepribadian utuh
tidak tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang
pada nilai- nilai atau norma- norma yang berlaku dalam melaksanakan
tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani
menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan
tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan selalu
berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan
terbaik.
6. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanian
untuk melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin serta
bersedia menangung segala akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang
tersebut. Rasa tanggung jawab akan mendorong terbentuknya pribadi yang
mampu menegakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian, serta tidak
menyalahgunakan profesi yang diamankan.
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat
martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi.
Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan mendorong
dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi
yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai aparatur
Peradilan.
8. Berdisiplin Tinggi
Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau
kaidah-kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban
amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi
akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan
tugas, ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk menjadi teladan dalam
lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan
kepadanya.
9. Berperilaku Rendah Hati
Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan
kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk
keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau
membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain,
menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan,
penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
10. Bersikap Profesional
Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi
oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan
kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan,
keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu
pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja,
sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan
efisien.